Faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab keguguran berulang
Keguguran saat ini merupakan salah satu kegagalan kelangsungan proses kehamilan secara spontan pada usia lebih dini atau sama dengan 20 minggu. Dari seluruh kehamilan, kejadian keguguran sebanyak satu kali dapat dialami oleh sekitar 15-20 persen perempuan. Umumnya keguguran terjadi pada usia kehamilan di bawah 13 minggu.
Keguguran akan menjadi masalah yang serius jika terjadi
berulang. Kriteria keguguran berulang adalah jika terjadi keguguran berulang
sebanyak lebih dari 3 kali berturut-turut. Dari seluruh kehamilan yang ada maka
angka kejadian keguguran berulang adalah sekitar 0,5-1 persen.
Banyak hal yang dapat menjadi penyebab terjadinya keguguran
yang berulang tersebut. Faktor kerja berat, olahraga, atau hubungan sanggama,
ternyata tidak menjadi penyebab terjadinya keguguran kehamilan.
Faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab keguguran berulang antara lain :
Kelainan kromosom atau genetik (15 persen)
Infeksi pada rahim seperti bakterial vaginosis, klamidia
atau infeksi TORSH (toksoplasma, rubela, sitomegalovirus atau herpes) (1-4
persen)
Kekurangan hormon progesteron, penyakit diabetes melitus dan
penyakit kelenjar gondok (15 persen)
Kelainan pada organ rahim seperti sekat pada rahim, miom
atau polip (11 persen)
Penyakit imunologi seperti sindrom antifosfofolipid (5
persen)
Masih belum diketahui (50 persen)
Upaya diagnostik
Untuk mengetahui penyebabnya secara lebih pasti maka dokter
haruslah melakukan beberapa pemeriksaan terkait secara lengkap. Pemeriksaan
darah pasangan suami istri dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan kromosom,
kadar hormon progesteron serum, kadar antibodi terhadap TORSH, kadar gula
darah, dan kadar hormon tiroid. Pada kasus infeksi TORSH ini haruslah dilakukan
analisis yang lebih mendalam. Abortus hanya diakibatkan oleh infeksi yang baru
terjadi dan bukanlah oleh infeksi yang telah lampau, sehingga pengobatan yang
tidak perlu dapat dihindari.
Untuk mengetahui adanya infeksi pada daerah mulut rahim
dapat dilakukan pengambilan contoh lendir mulut rahim dan dilakukan pemeriksaan
terhadap keberadaan mikroorganisme yang abnormal. Dengan alat bantu ultrasonografi
(USG) dapat diketahui bentuk dan ukuran rahim, adanya miom di dinding rahim
atau polip dalam rongga rahim. Jika terdapat kecurigaan adanya sekat pada
rahim, dapat digunakan alat bantu lainnya yaitu alat teropong ke dalam rahim
(histeroskopi).
Sindrom Antifosfolipid
Sindrom antifosfolipid merupakan kumpulan gejala penyakit
yang terkait dengan kerusakan beberapa organ akibat tidak terkendalinya
antibodi terhadap unsur fosfolipid yang berada di dalam tubuh kita.
Fosfolipid adalah unsur yang sangat penting karena merupakan
bagian utama dari dinding sel. Fosfatidil serin, fosfatidil inositol, asam
fosfatidat, dan kardiolipin, merupakan fosfolipid yang bermuatan negatif,
sedangkan fosfatidilkolin dan fosfatidil etanolamin bermuatan netral. Oleh karena
kelainan tertentu maka tubuh akan membentuk zat antibodi yang kemudian akan
menyerang atau merusak secara spesifik terhadap unsur fosfolipid ini, terutama
fosfolipid yang bermuatan negatif. Dalam hal ini kerusakannya akan membawa
dampak yang sangat buruk.
Beberapa kelainan yang dapat ditimbulkan akibat antibodi
antifosfolipid yang tidak terkendali tersebut adalah trombosis arteri dan vena,
trombositopenia, keguguran spontan yang berulang, kematian janin, pertumbuhan
janin terhambat, preeklamsia, infertilitas, stroke, emboli paru, kelainan
kulit, penyakit jantung infark, kelainan katup jantung, anemia hemolitik, dan
masih banyak lagi. Sindrom antifosfolipid juga mempunyai hubungan yang erat
dengan penyakit autoimun lainnya yaitu penyakit lupus.
Keguguran berulang
Walaupun sudah diketahui bahwa antibodi antifosfolipid dapat
menyebabkan terjadinya keguguran yang berulang, namun kita harus menyadari
bahwa masih banyak faktor lain yang dapat menjadi penyebab terjadinya keguguran
berulang tersebut. Untuk menghindari pengobatan yang tidak tepat, haruslah
terlebih dahulu dicari penyebab selain antibodi antifosfolipid, seperti
kelainan organ rahim, kelainan kromosom, atau kelainan hormon. Jika tidak
ditemukan, upaya diagnostik dapat ditujukan kepada kemungkinan sindrom
antifosfolipid.
Sindrom antifosfolipid haruslah memenuhi kriteria yang
diputuskan oleh para ahli pada simposium internasional ke-8 tentang antibodi
antifosfolipid, 10 Oktober 1998 di Sapporo, Jepang, yaitu :
Kriteria klinik
Trombosis di pembuluh darah
Terdapat satu atau lebih episoda trombosis di arteri, vena
atau pembuluh darah kecil, di jaringan atau organ. Diagnosis trombosis
menggunakan pemeriksaan radiologi, pemeriksaan doppler atau histopatologi.
Morbiditas pada kehamilan
Satu kali atau lebih kematian janin pada usia kehamilan 10
minggu atau lebih, tanpa ditemukan adanya kelainan morfologi janin.
Satu kali atau lebih terjadi persalinan prematur janin
normal pada usia 34 minggu atau kurang karena preeklamsia berat /eklamsia atau
insufisiensi plasenta.
Tiga kali atau lebih terjadi keguguran spontan pada usia
kurang dari 10 minggu, tanpa disertai kelainan anatomi organ ginekologi atau
tanpa kelainan hormonal ibu atau tanpa kelainan kromosom kedua orang tua.
Kriteria laboratorik
Antibodi antikardiolipin (ACA) isotipe IgG dan atau IgM,
dengan kadar positif sedang (IgM 6-50 MPL unit dan IgG 15-80 GPL unit) atau
kadar positif tinggi (IgM >50 MPL unit dan IgG >80 GPL unit), pada 2 kali
pemeriksaan dengan jarak minimal 6 minggu.
Antikoagulan lupus (LA) positif pada 2 kali pemeriksaan
dengan jarak minimal 6 minggu.
Secara definitif, sindrom antifosfolipid dapat ditegakkan
dengan ditemukannya minimal 1 kriteria klinik, dan 1 kriteria laboratorik.
Jika telah terbukti adanya kaitan yang erat antara antibodi
antifosfolipid dan keguguran yang berulang, maka pengobatan saat ini yang
dianjurkan selain mengobati penyebabnya adalah dengan pemberian asam
asetosalisilat atau aspirin dosis rendah 81 mg. Pada kasus yang berat dapat
dilakukan kombinasi dengan suntikan heparin.
Komentar
Posting Komentar